I.
Adanya globalisasi menyebabkan perekonomian suatu
Negara dengan Negara lainnya menjadi saling berhubungan. Hubungan tersebut
menyebabkan adanya perdagangan internasional antara satu Negara dengan Negara
lain. Perdagangan internasional secara sederhana didefinisikan sebagai proses
tukar menukar barang dan atau jasa dari suatu Negara ke Negara lainnya.
Perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan sumber daya
antar Negara, untuk memenuhi kebutuhan yang tidak tersedia di suatu Negara, dan
untuk menambah pendapatan Negara.
China-ASEAN Free Trade (CAFTA) merupakan kesepakatan
antara negara China dengan negara-negara anggota ASEAN untuk
mewujudkan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi
hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif
ataupun non-tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan
investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong
hubungan perekonomian para anggota CAFTA dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Cina dan ASEAN. Indonesia adalah salah satu Negara ASEAN yang ikut
tergabung dan menyepakati kesepakatan tersebut.
Jika kita
menganalisis perdagangan antara Indonesia dan China sebelum diberlakukannya
CAFTA, kita bisa lihat bahwa produk-produk China banyak beredar di pasar Indonesia
dan neraca perdagangan Indonesia-China pun mengalami defisit. Apalagi setelah
diberlakukannya CAFTA produk-produk China akan terbebas dari bea masuk sehingga
akan mudah beredar di Indonesia dan membanjiri pasar Indonesia serta akan
menyebabkan semakin terpuruklah neraca perdagangan Indonesia-China. Perdagangan
antara Indonesia-China sangat menarik untuk di analisis, apalagi setelah
diberlakukannya CAFTA. Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk membahas
masalah ini dan mengambil judul “Analisis Perdagangan Indonesia-China Setelah
Pemberlakukannya CAFTA”
II.
Apabila kita menganalisis neraca perdagangan
Indonesia-China yang bersumber dari data Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia, maka kita bisa melihat bahwa sebelum diberlakukannya CAFTA yaitu
dari tahun 2006 sampai 2009 neraca perdagangan Indonesia hanya mengalami
surplus pada tahun 2006 dan 2007 sebesar US1.706.676,2 dan US1.117.635,6.
Sedangkan tahun 2008 dan 2009 neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit
sebesar US3.610.665,2 dan US2.502.843,2.
Setelah diberlakukannya CAFTA yaitu pada januari tahun
2010, neraca perdagangan Indonesia semakin terpuruk dan terus mengalami
defisit. Tahun 2010 sampai 2012 (bulan Juni), neraca perdagangan
Indonesia-China defisit sebesar US4,731.607,1, US3.271.182,4, dan
US3.843.665,6. Disatu sisi pemberlakuan CAFTA memang mendongkrak ekspor
Indonesia ke China. Namun disisi lain, besarnya jumlah ekspor Indonesia ke
China lebih sedikit dibandingkan jumlah impor yang dilakukan China ke Indonesia.
Produk unggulan yang di impor China ke Indonesia diantaranya produk elektronik,
produk barang kimia, barang-barang manufaktur serta mesin dan peralatan
transportasi. Sedangkan produk yang menjadi unggulan Indonesia yang di ekspor
ke China diantaranya bahan bakar mineral dan pelumas, minyak hewani dan
tumbuhan. Produk unggulan China merupakan produk yang mudah untuk diperbaharui,
sedangkan produk yang menjadi unggulan ekspor Indonesia adalah produk-produk
primer yang sulit untuk diperbaharui. Hal itulah yang menyebabkan neraca
perdagangan Indonesia-China mengalami defisit.
Selain itu, ada beberapa keunggulan produk-produk
China sehingga dapat bersaing di pasar global khususnya jika dibandingkan
dengan produk domestik Indonesia di pasar indonesia yaitu antara lain, pertama
similarity index produk China dari tahun 1998-2008 terus meningkat. Kedua, gap
produktivitas tenaga kerja Indonesia dengan China semakin lebar. Ketiga,
pemerintah China memiliki plan action yang jelas untuk menata sector
industrinya. Keempat, pemerintah China memiliki komitmen yang kuat dalam
menciptakan lingkungan yang pro bisnis. Kelima, otoritas moneter China mampu
mendorong perbankan untuk memberikan bunga kredit yang ringan.
III.
Perdagangan antara Indonesia-China dari sebelum
diberlakukannya CAFTA memang sudah terlihat tidak menguntungkan pihak Indonesia.
Ini dikarenakan produk Indonesia kurang memiliki daya saing jika dibandingkan
dengan produk china. Hal tersebut ditambah dengan produk ekspor unggulan
Indonesia ke China merupakan produk primer yang sulit dan membutuhkan waktu
yang lama untuk diperbaharui. Berbanding terbalik dengan Indonesia, produk
unggulan ekspor China ke Indonesia merupakan produk yang mudah untuk
diperbaharui dan memiliki harga yang relative murah. Sehingga menyebabkan
produk domestic Indonesia kalah bersaing dengan produk China di rumahnya
sendiri dan ini berimbas pada defisitnya neraca perdagangan Indonesia-China,
apa lagi setelah pemberlakuan CAFTA. Oleh sebab itu, diperlukan komitmen yang
kuat baik dari pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas produk Indonesia agar memiliki daya saing di pasar
global khususnya China.
Referensi:
Muslikhati dan David,
Kaluge. (2010). Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 8 No. 2 Desember 2010.
0 komentar:
Posting Komentar